Jumat, 10 Februari 2017

Pemburu serigala

Artikel ini adalah lanjutan dari Pelajaran Pertama
"Edward telah mempelajari mantra untuk mengusir roh serigala kembali ke dunia sihir dan kini siap untuk menyelesaikan misinya membuat perkampungan kembali tenang. Mampukah ia menuntaskan tugas berat itu?"

Edward terbangun dari tidurnya dan langsung melompat keluar dari kamarnya. Onni pun berlari mengikutinya dari belakang. Saat itu hari mulai gelap, para warga baru saja pulang dari perburuan tanpa hasil untuk yang kesekian kalinya. tuan Garret pun masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang sangat lelah.
"Duduklah yah, akan kubuatkan secangkir teh untukmu." Nyonya Alice yang mengetahui kelelahan suaminya segera menyiapkan minuman baginya."




"Bagaimana perburuan hari ini yah?" Edward mendekati ayahnya yang duduk sambil menyeka peluh di wajahnya. Pria itu pun hanya menggelengkan kepalanya mengisyaratkan bahwa tak ada hasil yang didapat.
"Ayah tak tahu nak, entah sampai kapan kejadian ini akan terus berlanjut. Satu persatu warga menghilang dengan misterius dan tak ada petunjuk yang kami dapatkan."
"Mungkin kita harus berburu saat malam yah?" Ide itu terlontar begitu saja.

"Kau gila? Berburu saat malam sangat berbahaya." Suara Tuan Garret meninggi. Ia ingin memastikan anaknya tak akan berbuat hal konyol seperti yang baru saja diucapkannya. "Jika di siang hari ketika semuanya terang saja kita tidak berhasil menemukannya, bagaimana mungkin kita bisa menemukannya saat malam?"
"Mungkin dia hanya muncul saat malam?"
"Jangan berkhayal.. Sana pergilah tidur. Hari sudah gelap."

Edward pun berjalan gontai kembali ke kamarnya. Ia tak tahu harus memulai darimana.
"Apa yang harus aku lakukan?" Anak itu pun mencoba berbicara dengan Onni. Meski kucing itu hanya membalas dengan sebuah erangan, Edward merasa lebih baik. Entah bagaimana, tiba-tiba ia merasa jika saatnya tiba semua misteri ini akan terpecahkan.

Malam itu Edward sama sekali tak bisa tidur. Pikirannya melayang-layang ke dalam hutan. Sosok monster serigala yang pernah hampir merenggut nyawanya kembali menghantuinya. Suara raungannya terdengar sangat nyata membuat bulu kuduknya berdiri. Dan tiba-tiba ketenangan malam itu terusik. "TOLOONG!!" Nyonya Alice menjerit ketakutan..

Edward pun terhenyak bangkit dari pembaringannya dan menyerbu keluar. "Ada apa bu?"
"Mo.. monster itu.. Ayahmu.." Nyonya Alice terduduk sambil menunjuk keluar rumah. Pintu sudah menjeblak terbuka dan Edward dapat melihat sesosok siluet serigala besar di sana. "AYAAH/!!" Tanpa pikir panjang, anak itu menyerbu keluar.

"PERGI!! Tuan Garret berteriak memerintahkan anaknya agar tidak mendekat dan membahayakan dirinya sendiri. Namun anak itu tak mempedulikannya. Ia menyambar sebilah pisau yang tergeletak di meja dan sebatang obor yang menempel di tembok rumahnya. Ia pun berlari secepat mungkin ke dalam hutan. Seruan ibunya yang terus memanggil-manggil namanya tak diindahkannya lagi.

Siluet monster serigala itu menabrak segala sesuatu yang menghalanginya sambil menyeret tubuh Tuan Garret yang sudah semakin lemah. Edward bersimbah peluh terus berlari sekuat tenaga untuk mengejar sosok mengerikan itu. Dia tak boleh kehilangan buruannya karena nyawa ayahnya lah yang menjadi taruhan.

Mereka sudah jauh masuk ke dalam hutan ketika monster itu mulai memperlambat langkahnya. Ia meletakkan tubuh Tuan Garret di tanah lalu melolong memecah keheningan malam. Edward yang melihat dari balik pepohonan pun bergidik ngeri. Ia tak menyangka harus berhadapan langsung dengan monster serigala itu. Semua ini jelas jauh dari skenario yang semula ada di kepalanya.

Tiba-tiba saja, monster itu memalingkan pandangannya ke arah Edward lalu bergerak mendekat. Sepertinya ia mengendus sesuatu. Bocah itu pun berusaha menahan nafasnya, tubuhnya kaku tak bergerak barang satu milimeter pun. Kemeretak ranting patah terinjak terdengar semakin mendekat. Anak itu memejamkan mata kuat-kuat. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pikirannya kosong dan hatinya kalut penuh ketakutan.

To be continue..

    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar